- Posted by : Syarif1926
- on : Tuesday, November 11, 2025
Pahlawan dan Refleksi diri; Menuju Pendidikan yang Humanis
Sebuah
Pengantar
Hari
pahlawan bukan hanya kegiatan seremonial yang mengenang dan mengingat jasa para
pahlawan semata namun juga mendalami makna fisosofi dalam perjuangn para
pahlawan dalam Tindakan untuk memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia,
Merdeka dalam arti kata yang seutuhnya. Pun demikian di era modernisasi
informasi dan teknologi, generasi penerus sudah semakin cerdas dan mampu
membuka kran komunikasi secara masih, walapun Sebagian kecil menggunakan media
komunikasi dan informasi kearah yang tidak positif. Salah satu contoh yang
menjadi tren adalah maraknya penyebaran gambar dan video pornografi, hal tersebut
semakin pelik dengan maraknya kasus pelecehan, pembunuhan dan penculikan yang
banyak melibatkan generasi muda.
Munculnya
trend dan Vibes terkait paradigma dalam perkembangan teknologi
adalah mendukung dan mempercepat pencapaian hasil belajar baik unsur kognitif
maupun psikomotor siswa. Namun pada kenyataannya kemajuan teknologi merupakan
salah satu factor penghambat kemampuan mereka untuk belajar. Selain itu, Sehubungan dengan masalah ini,
diperlukan analisis untuk meningkatkan tingkat pencapaian remaja sehingga
mereka dapat mengatasi masalah sebelum muncul dan mencegah anak kecil mengalami
kesulitan belajar (Lestari, 2015). Hal itu selaras dengan tujuan Pendidikan
nasional.
Tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional bab 2 pasal 3 disebutkan
bahwa: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (Guza A, 2009).
Refleksi
diri
Tepat 10
November 2025 adalah peringatan hari pahlawan yang ke 80 tahun. Secara teori
usia 80 tahun adalah menggambarkan usia seseorang yang sudah matang dan dapat
menjadi teladan bagi semua. Hal itu selaras dengan tema hari pahlawan yang dilansir
dari website Kemensos (10/11/2025) tema hari pahlawan adalah "Pahlawanku
Teladanku, Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan". Sikap deladan yang
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata adalah:
1.
PERCAYA
DIRI
Karakter
adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berfikir dan bertindak.
Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakter adalah watak, tabiat, dan budi
pekerti yang dapat membedakan dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu karakter
seseorang bisa dibentuk dari usia dini, salah satunya adalah rasa percaya diri
dan Tawadlu (santun).
Percaya
diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Rasa Percaya diri adalah perasaan mampu atau keyakinan yang kuat dalam
melakukan sesuatu tanpa paksaan dari orang lain. Orang yang percaya diri yakin
atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan
ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berfikiran positif dan dapat
menerimanya sebagai wujud dari ketentuan Allah.
Dengan
percaya diri maka seseorang akan mudah bergaul, dan mudah menyelesaikan masalah
yang akan timbul. Mereka tidak akan canggung dalam menampakkan dirinya tanpa
menonjolkan kelbihan yang dimiliki dan tanpa menutupi kekurangannya.
Selain
itu, orang yang percaya diri memiliki pemikiran yang positif, keyakinan kuat,
dan memiliki pengetahuan yang akurat terhadap kemampuan yang dimilikinya.
2.
TAWADLU
(RENDAH HATI DAN SOPAN SANTUN)
Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berfikir, persepsi dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi dan nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap.
Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat, gagasan, situasi dan kelompok.
Sikap
yaitu perbuatan, tingkah laku, moralitas seseorang yang didasari dengan
pendirian, pendapat, gagasan, ide, yang sudah diyakini. Sikap juga diartikan
sebagai pandangan, tanggapan, pendirian orang-orang terhadap suatu masalah yang
masuk kedalam jiwa.
Salah
satu sikap yang harus dimiliki manusia adalah tawadlu. Secara epitimologi
tawadlu berasal dari kata “Wadh’a” yang berarti merendahkan, serta berasal dari
kata “ittadha’a” yang artinya merendahkan diri. Disamping itu kata tawadlu
diartikan sebagai sikap rendah hati terhadap sesuatu. Sedangkan menurut istilah
tawadlu adalah menampakkan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan yaitu
Allah dan Rasulnya.
Menurut
Imam Ghozali tawadlu adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih
utama dari pada kita. Sedangkan menurut Ahmad Athoillah hakikat tawadlu adalah
sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah dan terbukanya sifat-sifat
Allah.
Tawadlu
yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak
angkuh, sopan santun, dan merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong,
angkuh, congkak, besar kepala, atau kata-kata lain yang sepadan dengan kata
tawadlu.
Orang
yang tawadlu tidak akan bersikap sombong dan takabur. Karena orang yang rendah
hati tidak memandang dirinya lebih baik dari orang lain terlebih lagi dihadapan
Allah SWT. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri adalah
sikap kehilangan kepercayaan diri terutama terhadap Allah, sekalipun pada
praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang
lain, agar tidak menjadi orang yang angkuh dan sombong, karena sikap tersebut
terlahir bukan dari sikap kurang percaya diri.
3.
PRESTASI
BELAJAR
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang ditunjukkan atau diperoleh siswa sebagai hasil mempelajari baik angka maupun huruf serta perbuatannya, yang sesuai dengan hasil belajar yang dicapai dalam rentang waktu tertentu (Tulannisa, 2014). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2011, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan tentang kemampuan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang biasanya diukur dengan tes atau skor yang diberikan oleh guru.
4.
PENDIDIKAN
MORAL DAN KARAKTER
Orang
saat ini mulai mempertanyakan tentang benar atau salah dan melakukan penilaian
mengenai benar dan salah tersebut. Banyak sekali konflik yang ditimbulkan
karena pelecehan seksual, rasial, narkoba, dan politik.
Hal itu
menyadarkan mereka bahwa dasar moral yang kuat akan sangat diperlukan dalam
kondisi semacam ini. Isu tentang moral tersebut diupayakan untuk dimasukkan ke
dalam kurikulum, meskipun bukan barang gampang.
Ada empat
macam pendekatan yang bisa digunakan untuk mertancang kurikulum dengan muatan
moral: (1) nihilistic yang menolak adanya nilai benar dan salah; (2) autonomic
nilai benar dan salah ditentukan oleh dirinya sendiri; (3) heteronomik
manusia tidak membuat nilai benar dan salah, namun menemukannya. Nilai itu bisa
diajarkan; dan (4) telenomik nilai benar dan salah dilihat secara menyeluruh,
sebagai perwujudan abadi dari ideology yang bersifat objektif dan normative (Hergenhahn,
2008).
Penutup
Pendidikan
merupakan sarana fundamental dalam membentuk manusia yang berkarakter, cerdas,
dan berdaya saing. Namun, praktik pendidikan di Indonesia selama ini masih
sering terjebak dalam paradigma kognitivistik yang menekankan pencapaian
akademik semata. Akibatnya, dimensi afektif, spiritual, dan sosial peserta
didik sering terabaikan (Zubaidah, 2018). Pendidikan yang demikian melahirkan
generasi yang unggul secara akademis, tetapi miskin empati, solidaritas, dan
kepedulian lingkungan.
Dalam
menghadapi krisis global baik krisis moral, kemanusiaan, maupun ekologi
diperlukan paradigma pendidikan baru yang lebih humanis dan transformatif. Kurikulum
Berbasis Cinta 2025 hadir sebagai jawaban atas kebutuhan ini. Kurikulum ini
memandang cinta sebagai dasar pendidikan: cinta kepada Tuhan, diri sendiri,
sesama, dan alam semesta. Dengan cinta, proses belajar tidak hanya bertujuan
mencetak individu berpengetahuan, tetapi juga membentuk manusia yang penuh
kasih sayang, empati, dan peduli pada keberlanjutan hidup.
Sebagai
refleksi diri dimomen hari pahlawan ini mari kita Bersama-sama menciptkan
Lembaga Pendidikan yang humanistic dan ramah terhadap perkembangan mental anak
tanpa mengesamping nilai-nilai keteladanan sikap pahlawan yang berjuang sampai
titik darah penghabisan.
